Lampung Timur,Lantainewstv.com,(SMSI) – Dugaan Mark up dalam Perhitungan Ganti Rugi Tanam Tumbuh,pada proyek Strategis Nasional (PSN) semakin Nyata terlihat dan di duga melibatkan Oknum Satgas dan Petugas Pengesahan perhitungan baik dari Dinas Pertanian maupun dari Perikanan Kabupaten Lampung Timur,serta Oknum Nakal yang memanfaatkan Proyek ini untuk mencuri Uang Negara,baik dengan menitip Tanam tumbuh maupun merubah jumlah dan ukuran Tanam Tumbuhnya.
Sebut saja Rian Contohnya selain meminta Sejumlah Uang untuk penerbitan Sporadik Tanah,Rian anggota Satgas Bendungan Margatiga yang juga merupakan Kepala Dusun di desa Mekar Mukti Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur ini,meraup Ratusan Juta Rupiah dari Hasil PUNGLI Sporadik dan mark up serta titip Tanam tumbuh di Lahan warga yang terkena Dampak ganti Rugi Lahan bendungan Margatiga.
Hal ini terungkap saatbeberapa waktu yang lalu,Seorang Warga Desa Sidomukti yang memiliki Lahan di desa Mekarmukti dan masuk dalam Lahan yang ditetapkan masuk lokasi yang terdampak genangan mengaku didatangi dan di intimidasi Rian dan kawan – kawannya.
Mereka mengaku dipaksa menyerahkan Ratusan Juta Rupiah ke Rian CS,jika nanti Sudah menerima pencairan Dana ganti Rugi Lahan miliknya,Alasan Rian CS,mereka yang telah meminta Oknum Petugas Penetapan dari Dinas Pertanian berinisial OA mengatur Penambahan jumlah dan ukuran Tanam tumbuh sehingga jumlah bertambah dan ukurannya yang Sedang menjadi Besar,hingga Ganti Rugi Tanam Tumbuh jumlahnya Lebih besar dari yang seharusnya.
Namun Warga menolak tekanan mereka,karena dari awal mereka mengaku tidak pernah meminta penambahan jumlah pohon dan ukuran,namun Anehnya setelah Penetapan ada tambahan 50 batang Pohon Bayur dan ukurannya yang Sedang berubah menjadi Besar hingga jumlah Ganti Ruginya bertambah Ratusan Juta Rupiah dari yang seharusnya,padahal menurutnya mereka sudah mengajukan sesuai kondisi yang ada dilokasi,dan tidak ada penanaman atau titipan dari pihak manapun setelah Penetapan lokasi (Penlok).
Puncaknya setelah Rian dam kawan-kawannya datang dan mengaku Mereka bekerjasama dengan satgas dan Petugas Penetapan ganti Rugi Tanam tumbuh yang sudah mengatur Mark up Jumlah dan ukuran sehingga memaksa mereka menyerahkan Selisih Uang yang diterima dari Perhitungan yang seharusnya,mereka baru paham bahwa adanya Mark up itu adalah ulah Rian dan kawannya.
Mereka juga memaparkan bahwa bukan hanya mereka yang di paksa dan di intimidasi oleh Rian CS,”Hampir semua yang dapat ganti Rugi didatangi dan dimintai sejumlah uang dengan alasan yang sama” ujarnya.
Saat di temui di kediamannya,Rian anggota Satgas Tanam Tumbuh dan Juga Kepala Dusun di Desa Mekar Mukti Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur,tidak menampik hal tersebut,menurutnya dua hanya petugas Lapangan,dan semua Hasil dari Mark up dalam titipan Tanam Tumbuh itu disetorkan ke seseorang berinisial IM,dan untuk Pungli sporadik sebesar Rp.1.000.000. Perbidang dibagi dengan Kepala Desa Mekar Mukti.tapi baru sekitar 60 % yang sudah Cair,sisanya masih menunggu pencairan tahap berikutnya.
Murtadho.SH Ketua umum NGO Lantai yang ikut Turun ke lokasi guna Investigasi mengatakan Jelas motif dugaan kasus korupsi pengadaan tanah bendungan tersebut yaitu memasukkan data fiktif pada saat invetarisasi dan identifikasi awal, melakukan penanaman tanam tumbuh serta kegiatan lainnya setelah penetapan lokasi (Penlok).
“Melakukan mark up melalui proses pengajuan keberatan (sanggah) dan terdapat pegajuan keberatan (sanggah) fiktif mark up pada saat perbaikan data setelah adanya inspeksi KJPP,” katanya.
Hal ini Hampir sama dengan Kasus yang terjadi di Desa Trimulyo kecamatan Sekampung,Lampung Timur yang saat ini masih di selidiki Polda Lampung,”Jelas Ini bisa dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 56 KUHP,” tambahnya
Ancaman sanksi pidana tersebut berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
(Redaksi)