Sukadana,lantainewstv.com,(SMSI) -Biarpun banyak anggapan dari masyarakat diluar penjara bahwa kehidupan di penjara itu menyeramkan, tempatnya orang-orang buangan, penjara bukanlah tempat yang tandus akan harapan. Oke, memang narapidana dicap sebagai sampah yang terbuang oleh sebagian masyarakat. Tapi, ingat, sampah yang terbuang akan bisa didaur ulang sampai bisa menjadi barang yang menjadi idaman semua orang.
Perilaku narapidana memang erat dengan stigma negatif di masyarakat pada umumnya. Ini menjadikan mantan narapidana terkadang merasa kesulitan berbaur dan beradaptasi di luar tembok penjara ketika mereka sudah bebas masa pidana.
Jadi untuk mengubah stigma negatif itu Rumah Tahanan Negara (Rutan) Sukadana Lampung Timur menginovasi cara pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) agar kelak ketika mereka pulang dari kehidupan di penjara, mereka dapat menjalani hidup yang positif, produktif, dan berdaya guna di masyarakat.
Awalnya memang susah, sampai sekian lama juga masih banyak bambu bekas untuk keterampilan, saya yang gagal dan tidak bisa dipakai.” ujar seorang warga binaan. “Tapi ya saya buat terus aja, habis mau ngapain lagi.” Saya tercenung. Bagi para warga binaan, waktu mungkin adalah satu-satunya hal berlimpah yang mereka miliki.
Keterampilan yang tadinya seolah mustahil pun akhirnya bisa dikuasai jika dilakukan terus menerus. Hal itu setidaknya dialami oleh warga binaan sebut saja Sur, seorang warga binaan, yang menekuni keterampilan membuat berbagai miniatur dari bambu bekas, sesuatu yang tak pernah terbayangkan untuk dilakukannya, juga tidak disukainya. Butuh lebih dari dua bulan baginya untuk menyelesaikan karya “miniatur kapal layar.
Namun, setelah itu berbagai karya ia hasilkan dengan lancar. Ia pun dengan bangga bisa memberikan hadiah kepada anggota keluarganya, hasil keterampilan tangannya sendiri. Menjalani masa hukuman, itulah cara Sur memetik kegembiraan-kegembiraan kecil dari kehidupan di penjara. Mau tidak mau ia harus mencari kesibukan untuk mengikis kebosanan, agar masa hukuman yang panjang tak terasa lama dijalaninya.
Selain Sur, masih banyak warga binaan lain yang juga menjalani aktivitas kemandirian, Merehab Mesjid menanam di kebun, mencukur rambut, menyervis motor, servis listrik, ngecat, las, main bilyar, bulu tangkis, tenis meja, foodsal, dan masih banyak lagi.
Beberapa warga binaan di bengkel kerja lapas dan kebanyakan jawaban mereka serupa. Mereka sangat membutuhkan kegiatan untuk mengatasi kebosanan. Membunuh waktu, Mengalihkan diri dari pikiran buruk dan semacamnya. Warga binaan yang sudah mempergunakan waktu dan tenaga mereka secara produktif, tidak akan terpikirkan untuk bandel atau berbuat yang aneh-aneh, otomatis kehidupan di penjara juga jadi lebih aman.
Beberapa warga binaan ini setengah mati membutuhkan sesuatu untuk dikerjakan sesuai tidak sesuai dengan minat dan bakat mereka. Kemungkinan untuk mendapatkan honor tentu saja membuat mereka bersemangat, tapi biasanya itu adalah prioritas yang kesekian untuk mereka.
Dalam Pembinaan Rutan Sukadana selain membuat warga binaan lebih kreatif, juga dapat menghasilkan pundi-pundi pemasukan untuk ia sendiri. Sebab banyak dari mereka yang tak lagi punya keluarga di luar sana, ada juga yang masih punya keluarga namun keluarga mereka tak peduli dan tak pernah menjenguknya di dalam penjara.
Jadi dengan satu-satunya jalan, yaitu para warga binaan memanfaatkan bakat atau skill keahlian mereka.
Semua fasilitas pembinaan sudah ada di dalam lapas walaupun belum melengkapi, tinggal bagaimana mereka menggabungkan antara kemauan dan kemampuan sehingga tercipta barang ataupun jasa yang punya nilai uang, walaupun masih banyak sekali kekurangannya fasilitas alat kerja khusus nya di Bengkel.
Menurut cerita kehidupan di penjara bisa mengelola dalam berpikir, bekerja adalah cara terbaik untuk bertahan dan mempertahankan kewarasan dan menghilangkan kesetresan.
Para petugas adalah orang yang biasanya berjasa untuk mengajarkan berbagai keterampilan kepada para napi, selain para napi senior. Keterampilan tertentu biasanya diajarkan secara “turun-temurun” dari warga binaan senior kepada warga binaan yang datang kemudian. Akhirnya kita dapat menemukan produk tertentu menjadi ciri khas dari Rutan Sukadana.
Rutan Sukadana ini memiliki bengkel kerja, namun tidak setiap napi berkegiatan di sana. Beberapa penyebabnya Pertama, memang karena ada keterbatasan daya tampung dari bengkel kerja, berikut akibat kekurangannya Alat-alat Kerja, untuk mengembangkan keahlian Padahal semua orang tau, kelebihan penghuni selalu menjadi masalah Rutan di Sukadana Kelas 2B Kabupaten Lampung Timur.
Siapapun Warga Binaan diperbolehkan beraktivitas di bengkel kerja tidak perlu yang sudah terbukti ataupun belum terbukti berkelakuan baik.
Bagi Warga Binaan yang bermasalah dan nakal, Blok sel atau tempat tinggal mereka pun khusus, terpisah dari napi lainnya. Ini memang disengaja untuk mempermudah pengawasan petugas.
Khususnya Para napi yang bekerja di bengkel yaitu biasanya pukul 08.00 pagi hingga 16.00 tanpa ada paksaan. Jika ingin membawa pekerjaan mereka yang belum selesai, mereka butuh mengajukan izin khusus kepada petugas karena artinya mereka mesti membawa beberapa peralatan ke dalam sel yang bisa saja disalahgunakan sehingga mengganggu keamanan dan ketertiban.
Banyak juga warga binaan yang memang tidak berminat untuk melakukan kegiatan apa pun sehingga tidak tertarik untuk mendaftarkan diri di bengkel kerja. Dan jumlah mereka ternyata lebih besar.
Mungkin mereka sudah malas, sudah terbiasa nyaman nggak melakukan apa-apa.
Ternyata kehidupan di penjara maupun di luar Rutan sama saja, ada lebih banyak orang yang sepertinya begitu bingung akan tujuan hidupnya sehingga ia merasa nyaman dengan tidak melakukan apa-apa. Padahal bagi para napi yang mampu merampungkan karya, bagaimanapun itu merupakan suatu kebanggaan. Mereka boleh jadi mengawali keterampilan itu dengan setengah hati. Tapi, setelah rampung menjadi karya utuh tak urung terbitlah kepuasan tersendiri. Maka dari itu semua memang berawal dari keterpaksaan, namun jika ada kemauan akhirnya juga akan jadi kebiasaan. Semua memang berawal dari tertatih, namun jika diasah akhirnya akan menjadi terlatih.
Banyak dari mereka yang ketika keluar dari lapas, lebih produktif dari sebelumnya. Namun, tak sedikit juga yang mengulangi kesalahannya, dan kita tak bisa memungkiri itu. Sebagai petugas lapas, kami ibarat dokter yang menyembuhkan pasiennya. Masalah penyakitnya kambuh lagi atau tidak itu di luar kendali dokter. Kami hanya membina dan memberi bekal ketika mereka sedang sakit di dalam penjara. Ketika mereka sembuh, kita tak bisa memberi garansi mereka insya Allah untuk tidak kambuh lagi.
(M.Indra/Red)