Diduga Terjerat Hutang Ke Bank,Warga Desa Gunung Sugih Besar Nekat Buat Surat Kematian Dirinya,dibantu Aparat Desanya.

Sekampung Udik,lantainewstv.com(SMSI)  – Marwati (23 Th)Warga RT/RW 004/002 Warga Desa Gunung Sugi Besar,di duga memalsukan Surat Kematiannya dengan dibantu Sekdes Guna menghindar dari kewajiban membayar Hutangnya di Bank Pantura.

Hal ini terungkap saat Marwati diduga tidak bisa melunasi hutang piutang,lalu membuat surat kemati ke Desa.

Surat kematian tersebut di setor Ke Bank,dan saat wartawan menelusuri tempat tinggal Marwati, akhirnya tim dari beberapa media ini mendapatkan kejelasan, bahwa Marwati ternyata belum meninggal, hasil dari investigasi Marwati di ungsikan di seberang.

Kepala Desa Gunung Sugi saat di wawancara lewat via HP mengatakan bahwa bukan saya yang membuat surat kematian itu, yang membuat surat kematian itu Sekdes saya,”ujar Kades Gunung Sugih Besar.

Gak usahlah di angkat masalah ini, sekdes itu keluarga saya,dateng aja kesini, gak sepandangan bener kamu ya namanya kami ini pelayanan,ya kami tanda tangani, tapi yang membuat surat bukan saya tapi sekdes,” Jelas Kades Gunung Sugih Besar.

Sekdes Desa Gunung Sugih Besar tidak bisa ditemui, bahkan di hubungi lewat via hp tidak, pernah menjawab.

Camat Sekampung udik saat di minta tanggapan terkait masalah ini beralasan masih sibuk dalam minggu ini,”mungkin minggu depan saya bisa,”ujar Camat Sekampung udik.

Menurut Ketua Umum NGO Perkumpulan Lingkaran Analisis Tranparansi Indonesia,(NGO LANTAI),Murtadho.SH jika di telisik Dalam perspektif perundang-undangan Indonesia, Administrasi Kependudukan diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut Undang-Undang Administrasi Kependudukan).

Adapun bentuk-bentuk dari dokumen kependudukan tersebut, pada intinya meliputi antara lain  Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el), Akta/Surat Nikah/Cerai, Akta Kelahiran/Kematian, Akta Pengesahan Anak, Pengangkatan Anak, Perubahan Nama dan Perubahan Status Kewarganegaraan.

Sekilas pemalsuan dokumen kependudukan tampak sederhana, dan sudah lazim terjadi. Namun demikian, meskipun kelihatannya sederhana, pemalsuan dokumen kependudukan dapat menimbulkan dampak yang serius, yakni munculnya berbagai tindak pidana di tengah masyarakat. 

Selain itu, perbuatan pemalsuan atau penyalahgunaan dokumen kependudukan, tersebut juga dapat dikenakan ancaman pidana sesuai ketentuan Pasal 93 Undang-Undang Administrasi Kependudukan menyatakan:

Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50 juta.

Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun. Ketentuan pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk Eleketronik dan dokumen kependudukan lainnya telah diatur dalam Pasal 95B Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Aturan tersebut juga mengatur ketentuan pidana kepada pihak yang memerintahkan, memfasilitasi, dan melakukan manipulasi data kependudukan, dengan ancaman penjara enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 75 juta.

Ada pihak-pihak yang secara sengaja tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan untuk kepentingan pribadi dan tentu saja itu merupakan tindak pidana dan akan segera ditindaklanjuti.

(Tim)

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *